SEMARANG || jejakkasusindonesianews.com || 04 Agustus 2025 – Penanganan kasus pencurian 33 perhiasan emas dan berlian yang menyeret seorang terdakwa berinisial Umi kini menuai sorotan tajam dari publik. Keluarga korban menyuarakan keprihatinan mendalam atas deretan kejanggalan dalam proses penyelidikan yang dilakukan oleh Polsek Semarang Barat, mulai dari proses penyidikan yang lamban, prosedur tidak sesuai, hingga terkesan abainya pihak kepolisian dalam menangani bukti-bukti kunci.
Bukti Digital Bertentangan dengan Klaim Terdakwa
Dalam sidang pemeriksaan yang digelar 31 Juli 2025 lalu, terdakwa Umi mengaku tidak mengetahui lokasi brankas tempat penyimpanan perhiasan. Namun pernyataan tersebut dibantah keras oleh SHR.
Dia (Umi) sering masuk ke kamar yang ada brankasnya, bahkan ber foto di sana. Foto itu ia unggah di media sosial pada 8 Oktober 2024. Bukti ini sudah kami serahkan ke penyidik SS di Polsek Semarang Barat, jelas SHR, korban.
Pengakuan yang Berubah-ubah Tapi Tak Diusut Serius
Salah satu kejanggalan mencolok adalah perubahan pengakuan terdakwa. Umi sempat mengakui pencurian liontin emas pada 6 April 2025 dan menyebut telah menjualnya di Tegal seharga Rp1,7 juta. Namun tiga hari kemudian, pengakuan itu ditarik kembali.
“Anehnya, meski ada pengakuan awal, penyidik tidak segera menindaklanjuti dengan olah TKP, sidik jari, ataupun penelusuran digital. Hasil forensik HP terdakwa juga belum keluar hingga kini, meskipun ponsel telah disita sejak awal April.
Lambannya Pemeriksaan Saksi dan Penelusuran Rekening
WHN, perwakilan keluarga yang mendampingi sejak awal pelaporan, mengungkap bahwa pemeriksaan terhadap orang-orang terdekat terdakwa,termasuk anak, adik, hingga kekasih muda,baru dilakukan lebih dari 45 hari pascapenangkapan Umi di rest area KM 388.
Upaya pelacakan transaksi keuangan juga terkendala dengan alasan yang dipertanyakan logikanya. Penyidik bilang tidak bisa akses rekening karena tidak tahu PIN mobile banking, padahal ponsel tersangka sudah mereka pegang sejak April,
Penggeledahan Diduga Tak Sesuai Prosedur
“Keluarga juga mempertanyakan penggeledahan yang dilakukan 15 Mei 2025, atau lebih dari 40 hari setelah penangkapan. Sebelumnya, penggeledahan hanya dilakukan lewat video call dengan anak tersangka.
Bagaimana bisa hanya mengandalkan keterangan anak pelaku lewat video call untuk memastikan apakah perhiasan berlian tersebut ada yang disimpan di rumah anak pelaku? Ini bukan prosedur yang wajar dalam kasus kehilangan puluhan perhiasan bernilai tinggi, ujar HWD suami korban.
Dalih Kelelahan dan Tekanan Dipertanyakan
“Umi sempat menyatakan bahwa pengakuan awal dilakukan dalam kondisi lelah dan karena ditekan penyidik. Namun jaksa dengan tegas menolak dalih tersebut, menegaskan bahwa kelelahan tidak menghapus keabsahan pengakuan yang diberikan secara sadar.
Jaksa mempertanyakan juga, mengapa di BAP bisa menyebut lokasi dan harga penjualan liontin dengan jelas? Pengakuan seperti itu tidak bisa dianggap muncul begitu saja, tegas jaksa di persidangan.
Motif Dendam Diakui Konsisten
Di tengah banyaknya inkonsistensi, dua hal dinilai tetap konsisten sejak awal: bahwa terdakwa kabur pada 21 Februari 2025, dan bahwa ia mencuri karena dendam dan sakit hati. Dua poin ini dianggap bisa menjadi kunci untuk mengurai tabir kehilangan 33 set perhiasan berlian tersebut.
Tuntutan Keluarga Korban: Keadilan Tanpa Alasan Teknis
Dalam pernyataan resminya, keluarga korban menyampaikan tiga tuntutan utama:
Ditemukannya kembali seluruh barang bukti: Termasuk liontin, cincin, gelang, kalung, anting, dan jam tangan emas berlian.
Pengungkapan kasus secara tuntas dan adil: Agar terdakwa dihukum setimpal sesuai perbuatannya.
Evaluasi dan sanksi terhadap aparat yang diduga lalai atau menyimpang dari prosedur: Jika ada oknum yang sengaja menghambat proses hukum, maka harus diberi sanksi tegas.
Saya sebagai korban merasa sudah jatuh tertimpa tangga. Jangan sampai fakta-fakta nyata dikaburkan dengan alasan teknis yang tidak masuk akal, tegas SHR.
Propam dan Irwasda Turun Tangan
Berdasarkan informasi yang diterima redaksi Jejakkasusindonesianews.com, Propam dan Irwasda Polda Jawa Tengah telah turun tangan untuk mengawasi dugaan ketidakprofesional an penyidik dalam jalannya perkara ini. Langkah ini disebut sebagai bentuk tindak lanjut dari arahan langsung Mabes Polri.
Proses pemeriksaan internal kini sedang berjalan guna memastikan tidak terjadi penyalahgunaan wewenang ataupun kelalaian prosedural di tubuh kepolisian sektor.
Penulis :Yogie PS
Editor :Redaksi