Batam | jejakkasusindonesianews.com- Maraknya tempat hiburan malam di Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau, kini menjadi sorotan publik. Pertumbuhan usaha hiburan yang kian menjamur bak jamur di musim hujan, dinilai belum diimbangi dengan pengawasan ketat dari instansi terkait, terutama Dinas Pariwisata Kota Batam.
Salah satu yang disorot adalah First Club Entertainment, yang disebut kerap beroperasi hingga pukul 04.00 WIB dini hari — melebihi batas waktu operasional yang telah ditetapkan. Sejak beroperasi, tempat hiburan tersebut juga kerap menuai kontroversi dan persoalan hukum.
Ketua Umum Aliansi LSM ORMAS Peduli Kepri, Ismail Ratusimbangan, menyampaikan kepada sejumlah media bahwa pihaknya tengah menyoroti berbagai dugaan pelanggaran di tempat tersebut.
“Mulai dari dugaan pelanggaran jam operasional, kasus tenaga kerja asing, hingga persoalan ketenagakerjaan. Kami akan membuka semuanya secara terang-benderang,” ujarnya tegas.
Menurut Ismail, sejumlah kasus pernah mencuat di First Club Entertainment — mulai dari penampilan tarian erotis, keterlibatan DJ asing tanpa izin lengkap, dugaan karyawan terlibat peredaran narkoba, hingga aksi kekerasan antarpekerja yang berujung pada pemutusan hubungan kerja sepihak.
Bahkan, sempat beredar informasi adanya dugaan penyiksaan terhadap tenaga kerja asing (TKA) asal Tiongkok berinisial Mr. Ran, yang dituding menggelapkan uang perusahaan. “TKA itu kabarnya dipulangkan secara diam-diam ke negaranya setelah mengalami penganiayaan berat atas perintah oknum tertentu,” ujar Ismail.
Ia juga menyoroti pelanggaran hak-hak karyawan yang diduga tidak sesuai dengan ketentuan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan serta UU Nomor 11 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
“Banyak pekerja yang belum terdaftar BPJS Ketenagakerjaan. Kalau sakit, biaya ditanggung sendiri. Bahkan, surat keterangan dokter tidak berlaku, gaji tetap dipotong. Ini sangat tidak manusiawi,” tambahnya.
Selain itu, Aliansi menemukan bahwa di First Club terdapat dua struktur manajemen, yaitu manajemen lokal dan manajemen asing. Padahal, perusahaan ini berstatus penanaman modal dalam negeri (PMDN).
Manajemen asing dikabarkan dipimpin oleh Mr. Ye Mao, yang disebut memiliki kewenangan dominan dalam urusan rekrutmen dan pemecatan karyawan, melebihi fungsi HRD.
“Pertanyaannya, apakah tenaga kerja asing diperbolehkan mengurusi urusan personalia di perusahaan PMDN? Ini yang akan kami minta klarifikasi,” tegas Ismail.
Sementara itu, asisten manajer lokal bernama Bambang disebut hanya menjalankan instruksi dari Mr. Ye Mao dan Andi Yap, yang diduga sebagai pemodal utama.
Ismail menambahkan, pihaknya akan mengajukan surat resmi kepada DPRD Kota Batam untuk dilakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP). Dalam RDP tersebut, pihaknya juga meminta agar Imigrasi Batam turut diundang, guna menjelaskan status visa, jumlah, dan jenis pekerjaan para TKA di First Club.
Tak hanya itu, Aliansi juga akan mempertanyakan kepatuhan pembayaran pajak hiburan malam yang mencapai 40%, serta potensi kebocoran pajak dari tenaga kerja dan pemodal asing.
“Kami ingin tahu apakah para pemodal asing, seperti Mr. Hong, membayar pajak penghasilan sebagaimana diatur undang-undang,” jelasnya.
Aliansi LSM ORMAS Peduli Kepri menegaskan bahwa langkah ini bukan untuk menjatuhkan pihak manapun, tetapi untuk mendorong transparansi, penegakan hukum, dan peningkatan PAD Kota Batam.
“Kami tegak lurus mendukung program pemerintah daerah dan nasional, sejalan dengan semangat Asta Cita Presiden Prabowo Subianto. Semua temuan ini akan kami sampaikan agar tidak menjadi opini liar di masyarakat,” pungkas Ismail.
Jika nantinya ditemukan adanya unsur pidana, Aliansi memastikan akan melaporkannya kepada aparat penegak hukum untuk diproses sesuai ketentuan.(Red&Tiem)