Sragen ||Jejakkasusindonesianews.com, Seorang pria berinisial AT (38), warga Kecamatan Jenar, Sragen, harus berhadapan dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara dan denda hingga Rp5 miliar setelah diduga melakukan persetubuhan terhadap anak tirinya yang masih berstatus pelajar sekolah dasar.
Dalam konferensi pers di Mapolres Sragen, Selasa (24/6/2025), Kapolres Sragen AKBP Petrus Parningotan Silalahi menegaskan bahwa pelaku dijerat Pasal 82 ayat (1) dan (2) UU Perlindungan Anak juncto Pasal 76E dan Pasal 64 ayat (1) KUHP, dengan ancaman pidana maksimal sesuai revisi undang-undang yang berlaku.
“Konsep suka sama suka tidak berlaku dalam kejahatan seksual terhadap anak di bawah umur. Anak belum memiliki kapasitas hukum untuk memberikan persetujuan,” tegas Kapolres Petrus.
Relasi Kuasa Disalahgunakan
Kapolres menambahkan, relasi kuasa yang timpang antara ayah tiri dan anak memperburuk situasi. Sosok yang seharusnya menjadi pelindung justru menjadi pelaku pelanggaran berat.
“Ini bukan hanya kejahatan seksual, tapi juga pengkhianatan terhadap peran orang tua sebagai pelindung,” imbuhnya.
Motif dan Kronologi: Nafsu Saat Memandikan Korban
Menurut pengakuan pelaku, tindakannya bermula saat korban mengalami gatal akibat ulat. Saat memandikan, ia mengaku timbul nafsu setelah melihat bentuk tubuh anak tirinya. Hubungan seksual pertama kali terjadi pada 5 November 2024.
“Motif pelaku semata-mata karena dorongan nafsu dan ketertarikan fisik,” jelas Kapolres.
Korban Hamil 7 Bulan, Psikologis Masih Terikat Pelaku
Kepala Dinas Sosial Kabupaten Sragen, Yuniarti, mengungkapkan bahwa korban kini tengah hamil tujuh bulan dan telah menjalani pemeriksaan medis di puskesmas sebanyak empat kali. Namun secara psikologis, korban masih menunjukkan keterikatan emosional terhadap pelaku.
“Anak ini masih menganggap ayah tirinya sebagai sosok dekat. Inilah yang membuat proses pemulihan psikis harus sangat intensif dan mendalam,” kata Yuniarti.
Demi keselamatan dan pemulihan korban, Dinsos akan membawa korban ke Sentra Terpadu di Solo untuk proses persalinan yang aman serta pendampingan ibadah dan mental.
Pendampingan Hak Anak dan Upaya Pemulihan
Krisbudi Harjanti dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2TP2A) menegaskan komitmen pemerintah untuk menjamin pemulihan dan perlindungan hak korban.
“Anak berhak atas kehidupan yang layak, pendidikan, dan rasa aman. Kami akan pastikan seluruh hak itu tetap terpenuhi,” ujarnya.
Pencegahan Melalui Edukasi Orang Tua
Kapolres Sragen juga menekankan pentingnya sosialisasi kepada orang tua, agar kasus serupa tidak berulang. Edukasi akan difokuskan pada bahaya kekerasan seksual dalam lingkungan keluarga.
“Pencegahan harus dimulai dari rumah. Pengawasan dan pendidikan kepada anak perlu diperkuat oleh orang tua,” tutup Kapolres.
Penutup
Kasus ini menjadi pengingat tegas bahwa kejahatan seksual terhadap anak, apalagi dilakukan oleh figur orang tua, merupakan pelanggaran berat yang menimbulkan luka fisik dan batin. Penegakan hukum yang tegas dan dukungan psikososial yang komprehensif menjadi kunci untuk melindungi anak-anak, generasi masa depan bangsa.(Khanza)