SRAGEN | jejakkasusindonesianews.com Suara gemuruh alat berat kini menjadi irama baru yang menghantui Desa Mojorejo, Kecamatan Karangmalang, Kabupaten Sragen. Sebuah tambang galian C yang diduga ilegal tengah mengoyak bentang alam desa, meninggalkan jejak kerusakan parah pada lingkungan dan kehidupan warga. Di balik aktivitas yang mencurigakan ini, mencuat karna bekingi Oknum TNI
Menurut kesaksian warga dan investigasi lapangan, tambang tersebut telah lama beroperasi tanpa dokumen legal. Tidak terlihat papan izin, namun kegiatan penggalian dan pengangkutan material terus berlangsung. Sungai yang dahulu jernih kini berubah keruh, bahkan mengering di beberapa titik, mengancam sumber air bagi pertanian dan kebutuhan harian warga.
“Sudah lama ini jalan. Sungai rusak, sawah kami kering, air tercemar. Tapi tak ada yang berani protes, katanya yang punya orang kuat,” ungkap salah satu warga yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Oknum TNI kerap disebut warga sebagai pelindung dari tambang ilegal tersebut. Dugaan keterlibatan oknum aparat ini memperkuat indikasi bahwa aktivitas pertambangan berlangsung di bawah bayang-bayang kekuasaan dan perlindungan tertentu, yang membuat warga merasa terintimidasi dan tidak berdaya.
Alat berat, truk pengangkut, dan kesibukan tambang terus beroperasi tanpa pengawasan resmi. Bahkan, beberapa warga menyebut telah mencoba melapor namun tidak mendapat tindak lanjut tegas dari aparat terkait.
Kerusakan Lingkungan yang Mengkhawatirkan
Pantauan tim media menunjukkan terjadinya perataan bukit kecil, aliran sungai yang berubah warna, hingga erosi dan longsor tanah yang mulai mengancam permukiman.
“Anak-anak kami sering gatal dan sakit kulit. Sungai sudah tak layak dipakai, bahkan untuk mencuci kaki,” ujar seorang ibu rumah tangga sambil menahan air mata.
Selain itu, mata air alami yang dulunya menjadi sumber air utama desa dilaporkan menghilang, diduga akibat galian yang tak terkendali dan tanpa perencanaan lingkungan.
Diduga Melanggar Hukum: KUHP, UU Minerba, dan UU Lingkungan Hidup
Aktivitas tambang ini, jika benar tanpa izin, patut diduga melanggar berbagai aturan hukum:
Pasal 158 UU No. 3 Tahun 2020 (tentang Pertambangan Mineral dan Batubara):
“Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.”
Pasal 98 Ayat (1) UU No. 32 Tahun 2009 (tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup):
“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan pencemaran atau perusakan lingkungan dipidana penjara 3 hingga 10 tahun dan denda Rp3 hingga Rp10 miliar.”
Pasal 406 KUHP (tentang perusakan barang milik umum):
“Diancam pidana paling lama 2 tahun 8 bulan bagi yang merusak barang milik orang lain secara melawan hukum.”
Warga Minta Penegakan Hukum: “Jangan Biarkan Kami Sendiri”
Masyarakat Mojorejo kini menaruh harapan pada penegak hukum dan instansi berwenang: Polres Sragen Polda Jateng serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) agar segera bertindak.
“Kami tidak minta banyak. Hanya ingin hidup tenang, air bersih, dan sawah yang bisa panen. Jangan korbankan kampung kami demi uang,” tegas salah satu tokoh masyarakat setempat.
Panggilan Terbuka untuk Klarifikasi dan Transparansi
Tiemoue media dan Lembaga mendesak aparat dan instansi terkait untuk memberikan klarifikasi terbuka atas dugaan ini, demi menjaga transparansi dan integritas publik.
Sementara itu, Tim LAI BPAN (Badan Penelitian Aset Negara) Jawa Tengah menyatakan akan segera melayangkan surat resmi ke Polda Jawa Tengah serta dinas-dinas terkait untuk meminta investigasi menyeluruh atas kasus ini
Tiem Media dan Lembaga,akan terus menelusuri dan mengawal perkembangan kasus ini secara objektif, hingga keadilan berpihak pada masyarakat dan lingkungan yang dirusak.(Tiem)