Boyolali | jejakkasusindonesianews.com-Proyek pelebaran Jembatan Pulutan yang dikerjakan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPU PR) Boyolali kembali menuai sorotan. Proyek senilai Rp4,3 miliar lebih itu diduga sarat penyimpangan.(24/9)
Hasil penelusuran awak media menemukan, alat berat jenis ekskavator di lokasi proyek tidak menggunakan bahan bakar nonsubsidi sebagaimana mestinya, melainkan solar subsidi jenis Biosolar. Parahnya, bahan bakar tersebut disedot langsung dari tangki dump truck untuk kemudian dialirkan ke ekskavator.
“BBM-nya memang dari solar subsidi, disedot dari tangki truk lalu masuk ke ekskavator,” ungkap salah seorang pekerja di lokasi yang enggan disebut namanya.
Penggunaan BBM subsidi pada proyek bernilai miliaran rupiah jelas menyalahi aturan. Sesuai Undang-Undang Migas dan regulasi turunannya, BBM bersubsidi hanya diperuntukkan bagi masyarakat kecil serta sektor tertentu, bukan untuk menunjang proyek pemerintah dengan anggaran besar.
Tak hanya soal BBM, aspek keselamatan kerja di proyek Jembatan Pulutan juga dipertanyakan. Pekerja terpantau tidak menggunakan perlengkapan pelindung diri, seperti helm pengaman, yang seharusnya menjadi standar wajib dalam penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
Ironisnya, proyek tersebut dikerjakan oleh CV Tunas, perusahaan yang keberadaannya dinilai janggal. Dari hasil penelusuran, alamat CV Tunas tidak jelas tercatat. Kondisi ini memunculkan dugaan perusahaan tersebut hanya sekadar “pelaksana bayangan” atau bahkan fiktif.
Jika dugaan ini terbukti, praktik penyalahgunaan BBM subsidi hingga pelanggaran K3 berpotensi masuk ranah hukum. Pasal 55 dan 56 KUHP menegaskan, pihak yang turut serta atau membiarkan penyimpangan dalam proyek negara dapat dimintai pertanggungjawaban pidana.
Publik kini menanti langkah tegas aparat penegak hukum. Apakah dugaan penyalahgunaan BBM subsidi dan pengabaian K3 pada proyek Jembatan Pulutan akan dibiarkan, atau diproses sesuai aturan yang berlaku?
(Angger S & Tiem)