SALATIGA | JEJAKKASUSINDONESIANEWS.COM Proyek pembangunan Gedung Laboratorium Terpadu Universitas Islam Negeri (UIN) Salatiga dengan nilai kontrak fantastis Rp42,4 miliar kembali jadi sorotan publik. Bukan tanpa alasan, proyek bernilai jumbo yang didanai negara ini rawan menjadi bancakan oknum. Karena itu, Lembaga Elbeha Barometer memastikan turun langsung mengawal ketat agar tak ada celah praktik korupsi maupun mark up.
Sri Hartono, perwakilan Elbeha Barometer, menegaskan pihaknya tidak ingin melihat pembangunan pendidikan berubah jadi ladang basah segelintir pihak.
“Kami akan kawal dari awal sampai akhir. Jangan sampai ada permainan busuk. Proyek ini harus benar-benar bermanfaat bagi dunia pendidikan, bukan jadi ATM oknum tertentu,” tegasnya, Jumat (3/9/2025).
Proyek yang dimulai sejak 8 Juli 2025 ini dikerjakan dengan skema gabungan lumpsum dan harga satuan. Masa kerja ditetapkan 176 hari kalender di lokasi Jl. Lingkar Salatiga Km.02, Pulutan, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga.
Adapun kontraktor pelaksana adalah PT Permata Anugrah Yalapersada KSO PT Sumbersari Nusantara Grup, dengan perencanaan oleh PT Andaru Koncer Jagat KSO PT Pola Data Konsultant, serta pengawasan dipercayakan kepada PT Sarana Budi Prakarsapitra KSO CV Polaris.
Sri Hartono menegaskan, pihaknya sudah mencatat sejumlah temuan awal.
“Ada beberapa catatan, baik konstruksi, pengadaan barang, hingga penggunaan BBM. Tapi sementara belum bisa kami buka, tunggu waktunya. Yang jelas, mata kami tidak pernah lepas dari proyek ini,” ungkapnya.
Lebih jauh, ia mengingatkan agar jangan sampai ada pengulangan kasus memalukan seperti tahun lalu.
“Waktu itu ada temuan, tapi ujung-ujungnya ada petugas minta uang pelicin. Alasannya buat ongkos ke negeri gingseng. Kalau pola itu diulang lagi, jelas rakyat dan pendidikan yang jadi korban,” sindir Sri Hartono.
Ironisnya, ketika sejumlah awak media mencoba melakukan monitoring langsung ke lapangan, justru mendapat perlakuan tak menyenangkan. Satpam proyek melarang peliputan dengan alasan harus ada izin dari Pimpro atau Konsultan. Situasi ini tentu menimbulkan tanda tanya besar: proyek negara bernilai puluhan miliar, tapi akses keterbukaan informasinya justru dibentengi rapat.
Dengan kawalan ketat dari masyarakat sipil, publik berharap laboratorium terpadu UIN Salatiga benar-benar menjadi tonggak baru peningkatan mutu penelitian dan pembelajaran. Bukan malah tercoreng praktik kotor yang hanya melanggengkan tradisi lama: rakyat bayar, oknum pesta pora.(Sugino &Tiem)