Surakarta /Jejakkasusinfonesianews.com- Luka lama yang tak kunjung sembuh kembali disayat. Kasus dugaan rudapaksa terhadap seorang anak di bawah umur di Surakarta tahun 2017 kembali menyeruak, menyisakan pertanyaan besar: mengapa keadilan bagi korban dibiarkan terkatung-katung lebih dari tujuh tahun?
Keluarga korban bersama kelompok masyarakat yang tergabung dalam Tim Save Kdy Solo kini menuntut Komisi III DPR RI menepati janjinya: mengumumkan hasil investigasi yang pernah disampaikan ke publik.
“Kejadian ada, saksi ada, bukti ada. Kurang apa lagi?” tegas kuasa hukum keluarga korban, KRT. AD Anggoro, SE., SH.
Ia menegaskan pihaknya siap menghadirkan bukti baru dan saksi-saksi saat kejadian. “Komisi III DPR RI tidak boleh membiarkan kasus ini berlarut. Inilah momentum untuk menunjukkan DPR benar-benar rumah rakyat, bukan sekadar simbol,” ujarnya.
Kasus yang Mandek Sejak 2017
Kasus ini bermula saat Yudi Setiasno melaporkan dugaan rudapaksa terhadap anaknya, sebut saja Kdy, ke Polresta Surakarta. Hasil visum dan keterangan saksi sejatinya cukup menjadi dasar penindakan hukum. Namun, proses hukum terhenti di tengah jalan,tanpa kepastian, tanpa arah.
Janji DPR yang Tak Ditepati
Pada Desember 2024, keluarga korban mengadukan kasus ini ke Komisi III DPR RI. Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP), sejumlah anggota, termasuk Habiburokhman, berjanji menindaklanjuti dengan berkoordinasi bersama Kapolda Jawa Tengah.
Harapan sempat muncul. Namun, setelah sembilan bulan, tak ada satu pun hasil investigasi yang dipublikasikan. Janji tinggal janji.
“Dulu DPR banyak didemo karena dianggap jauh dari rakyat. Nah, ini kesempatan emas membuktikan diri. Kalau kasus rudapaksa anak saja tidak disuarakan, lalu aspirasi rakyat macam apa yang bisa dijanjikan DPR?” sindir Anggoro.
Tim Save Kdy Solo: “Jangan Bungkam!”
Tim Save Kdy Solo dengan lantang menuntut transparansi.
“Komisi III DPR RI harus transparan. Jangan hanya menerima aduan lalu diam. Kalau memang ada kendala di kepolisian, DPR harus berani menyampaikannya ke publik,” ujar salah satu koordinator aksi.
Bagi mereka, mandeknya kasus ini menunjukkan lemahnya keberpihakan negara terhadap korban kekerasan seksual, khususnya anak. Padahal, UU Perlindungan Anak jelas menegaskan kewajiban negara memberi perlindungan maksimal.
Tiga Tuntutan Rakyat
Tim Save Kdy Solo bersama kuasa hukum keluarga korban menegaskan tiga tuntutan:
1. Komisi III DPR RI segera mempublikasikan hasil investigasi terkait kasus Kdy.
2. Polresta Surakarta dan Polda Jateng membuka kembali penyidikan dengan menghadirkan saksi-saksi baru.
3. Transparansi penuh agar publik tahu sejauh mana negara berpihak pada korban kekerasan seksual.
Ujian Bagi Komisi III DPR RI
Kasus Kdy bukan sekadar perkara hukum, tetapi potret buram wajah penegakan keadilan di negeri ini. Bila Komisi III DPR RI kembali bungkam, publik akan menilai lembaga ini hanya sekadar ruang formalitas aspirasi tanpa benar-benar berpihak pada rakyat.
“Komisi III DPR RI harus menunjukkan keberpihakan pada keadilan. Jangan biarkan luka korban makin bernanah karena ketidakadilan,” pungkas Anggoro.
Kini, publik menanti: Apakah DPR benar-benar menjadi rumah rakyat, atau hanya panggung sandiwara politik yang terus merobek hati korban?
[Angger s/Red]