Boyolali-Jejakkasusindonesianews.com, Pasar Hewan Sunggingan, yang dikenal sebagai pusat jual beli ternak di Boyolali setiap pasaran Jawa Pahing, ternyata menyimpan lebih banyak cerita dari sekadar transaksi hewan.
Di sisi lain pasar, puluhan pedagang musiman hingga pelaku UMKM tradisional tumpah ruah menghadirkan beragam barang, dari alat-alat tradisional, pakaian, sandal, hingga barang elektronik bekas.(Sabtu 14 Juni 2025)
Suasananya pun mirip seperti Pasar Pon Ambarawa, tempat berkumpulnya para pedagang rakyat dan pembeli lintas kota. Namun bedanya, Pasar Sunggingan memiliki keunikan tersendiri: satu area dipenuhi hewan besar seperti sapi dan kerbau, sementara sisi lainnya ramai dengan burung, ayam, kambing, hingga kelinci, lengkap dengan deretan lapak makanan rakyat.
“Saya ke sini bukan cuma cari kambing, tapi sekalian beli pacul dan sabit buat kebun. Lengkap semua,” kata Pak Giman, petani dari Ngemplak, yang rutin datang setiap pasaran.
Tak hanya alat pertanian, penjual pakaian dan herbal rumahan juga ikut membuka lapak dadakan. Hal ini menciptakan ekosistem ekonomi tradisional yang dinamis, di mana penjual dan pembeli saling berinteraksi dalam suasana kekeluargaan.
“Kami buka hanya di hari pasaran, jadi memang harus siap-siap dari malam sebelumnya,” ujar Bu Sri, pedagang pakaian musiman yang biasa mangkal dekat area burung.
Kehadiran para terapis tradisional seperti Pak Slamet juga menambah daya tarik pasar ini. Di sela keramaian, mereka menawarkan layanan pijat, kerokan, hingga terapi ringan yang justru jadi incaran para pengunjung dari luar kota.
Tak jarang, pasar ini juga didatangi tokoh luar seperti Bunda Witriyani, terapis BATTRA dari Salatiga, yang mengapresiasi semangat masyarakat dalam menjaga budaya sehat dan berdagang secara tradisional.
“Ini bukan hanya pasar, tapi ruang hidup rakyat. Rejeki, ilmu, dan silaturahmi semua tumpah ruah di sini,” ujar Bunda saat berkeliling.
Dengan segala keragamannya, Pasar Hewan Sunggingan bukan hanya tentang sapi dan ayam, tapi juga tentang denyut ekonomi lokal, budaya Jawa, dan ketangguhan UMKM rakyat yang terus hidup meski di tengah modernisasi.
(Yogi PS)