Kupang, NTT ||Jejakkasusindonesianews.com, Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Kristen Artha Wacana (BEM UKAW) Kupang menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk pencegahan kekerasan seksual di lingkungan kampus, Senin (23/6). Kegiatan ini menjadi langkah nyata mahasiswa dalam membangun ruang aman dan inklusif bagi perempuan dan anak di dunia pendidikan.
Diskusi menghadirkan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi NTT, Ruth Laiskodat, yang memaparkan data kekerasan seksual serta upaya pencegahannya secara komprehensif.
Tren Kekerasan Meningkat, Korban Didominasi Perempuan
Sepanjang Januari–Mei 2025, DP3AP2KB mencatat 241 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, meningkat dari rata-rata bulanan tahun 2024. Dari jumlah tersebut, 157 korban adalah perempuan, dan 19 laki-laki.
“Ini baru yang terlapor. Angkanya bisa jauh lebih besar. Fenomena ini seperti gunung es,” ujar Ruth.
Korban terbanyak berasal dari kelompok usia 13–17 tahun, disusul usia 6–12 tahun, dan 18–24 tahun. Bahkan, kekerasan juga dialami oleh kelompok usia 60 tahun ke atas. Jenis kekerasan yang paling dominan adalah pemerkosaan dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Pelaku dari Berbagai Latar Belakang Profesi
Pelaku kekerasan berasal dari beragam profesi: TNI (10 pelaku), ASN (17 pelaku), ojek (12), buruh (10), polisi (9), hingga guru dan dosen. Korban terbanyak adalah pelajar, dengan 126 korban, disusul ibu rumah tangga dan perempuan tidak bekerja.
“Jangan anggap kekerasan hanya terjadi di rumah atau jalanan. Kampus juga bisa menjadi tempat yang rentan,” tegas Ruth.
Kekerasan Seksual Digital Marak Terjadi
Selain kekerasan fisik, kekerasan berbasis digital juga menjadi perhatian. Bentuknya seperti cyber bullying, pencurian identitas, phishing, eksploitasi seksual daring, penipuan online, dan doxing.
“Kejahatan siber ini menargetkan siapa saja, termasuk perempuan dan anak. Kita perlu edukasi menyeluruh,” imbuhnya.
Upaya Pencegahan: Kolaborasi, Satgas, dan Edukasi
Ruth menekankan pentingnya sosialisasi masif tentang UU No. 12 Tahun 2022 tentang TPKS, pembentukan Satgas PPKS di kampus, dan penguatan edukasi kesetaraan gender. Ia juga mendorong komunitas kampus untuk membentuk kultur suportif terhadap korban.
“Jangan diam saat mendengar atau menyaksikan kekerasan. Berdirilah bersama korban. Percaya dan bantu mereka,” katanya.
BEM UKAW Ajak Kampus Bersatu Perangi Kekerasan
Ketua BEM UKAW, Jefri Bunga, menegaskan bahwa FGD ini bertujuan menggugah kesadaran kolektif di lingkungan kampus. Ia menyebut kekerasan seksual sebagai musuh bersama yang harus dilawan secara sistematis dan terorganisir.
“Kami mengundang seluruh kampus, BEM, OKP, dan elemen gerakan mahasiswa agar menjadi pelopor edukasi pencegahan kekerasan seksual di NTT,” ujarnya.
Deklarasi Bersama untuk Lingkungan Aman
Kegiatan ditutup dengan deklarasi bersama untuk memperkuat komitmen melawan kekerasan seksual. Seluruh peserta sepakat menjalin kolaborasi antar institusi, kampus, dan komunitas guna menciptakan lingkungan yang aman, setara, dan bebas kekerasan.
(Khnza Hariyati)