JAKARTA||Jejakkasusindonesianews.com, Sidang praperadilan yang diajukan oleh Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) terhadap Kapolri sebagai pihak tergugat digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu (18/6/2025). Ironisnya, hingga persidangan dimulai pukul 14.00 WIB, Kapolri maupun kuasa hukumnya tak menunjukkan kehadiran, memunculkan kekecewaan dan tanda tanya besar atas sikap institusi tertinggi Polri dalam menghadapi gugatan masyarakat.
Tim penasihat hukum PPWI yang dikomandoi Ujang Kosasi, S.H., serta Ketua Umum PPWI Wilson Lalengke, S.Pd., M.Sc., M.A., telah hadir di lokasi sejak siang untuk mengikuti jalannya sidang. Ketidakhadiran pihak tergugat membuat proses persidangan berjalan singkat dan meninggalkan kesan ketidaksiapan serta keengganan aparat penegak hukum untuk membuka diri dalam forum hukum terbuka.
“Ini Momentum Evaluasi Moral Institusi Penegak Hukum”
“Kami menunggu dengan itikad baik, namun yang kami dapati justru sikap menghindar. Ini bukan sekadar soal hukum, ini soal moralitas aparat negara. Jika merasa benar, seharusnya hadir dan hadapi. Bukan lari,” tegas Ujang Kosasi kepada awak media usai persidangan.
Gugatan ini berangkat dari dugaan tindakan sewenang-wenang yang dilakukan aparat Polres Blora terhadap tiga wartawan yang tengah meliput investigasi terkait dugaan penimbunan dan distribusi ilegal BBM subsidi di Jawa Tengah. Ketiganya ditangkap tanpa dasar hukum yang jelas, padahal tengah menjalankan tugas jurnalistik yang dilindungi undang-undang.
Dugaan Keterlibatan Oknum TNI Tambah Parah Situasi
Lebih mengejutkan, praktik ilegal tersebut diduga melibatkan oknum aparat TNI dari Kodim setempat yang disebut bernama Rico. Dugaan kolusi antara oknum polisi dan militer dalam bisnis gelap tersebut dianggap sebagai bentuk pengkhianatan terhadap amanah rakyat.
“Aparat seharusnya menjadi pelindung masyarakat, bukan alat represi demi melindungi kepentingan gelap,” ujar Wilson Lalengke dengan nada geram.
PPWI: Ketidakhadiran Kapolri Simbol Ketidaksiapan Institusional
Wilson menilai, absennya Kapolri atau perwakilan hukumnya dalam sidang sebagai bentuk ketidaksiapan moral dan hukum untuk mempertanggungjawabkan tindakan jajarannya.
“Ketidakhadiran ini memperkuat dugaan bahwa ada sesuatu yang ditutupi. Kalau memang tidak bersalah, mengapa takut tampil di pengadilan? Ini bukan hanya soal nyali, tapi soal komitmen terhadap keadilan dan transparansi hukum,” tegas Wilson.
Harapan pada Hakim dan Barometer Keadilan untuk Pers
PPWI berharap majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dapat bersikap objektif dan menjunjung tinggi keadilan, tanpa intervensi kekuasaan atau simbol institusi. Mereka menyerukan agar proses hukum ini menjadi barometer nyata keberpihakan sistem hukum terhadap kebebasan pers dan hak-hak warga negara.
Sidang praperadilan dijadwalkan akan berlanjut dalam waktu dekat. Masyarakat sipil, komunitas pers, dan aktivis hukum di seluruh Indonesia akan terus mengawal kasus ini sebagai ujian sejauh mana supremasi hukum ditegakkan di negeri ini.(Red.)