SEMARANG-Jejakkasusindonesianews. com, Seorang ibu muda bernama Anggreini tengah berjuang keras merawat putranya, Oktavianus Renardo Juniant, yang diduga mengidap tumor dan penyakit kulit. Dalam kondisi yang memprihatinkan ini, ia harus menjalani semuanya seorang diri tanpa dukungan ayah biologis sang anak.
Anggreini mengungkapkan bahwa sejak usia enam bulan, anaknya mulai mengalami benjolan di lengan setelah sempat terkena cacar dan campak. Kondisi tersebut semakin memburuk, hingga akhirnya diperiksakan ke beberapa rumah sakit di Medan dan Semarang.
“Awalnya dikira hanya cairan biasa. Tapi setelah beberapa kali pemeriksaan, ternyata bukan. Sekarang dokter menyarankan CT scan dan tindakan medis lanjutan. Anak saya bahkan baru saja masuk UGD karena demam tinggi mencapai 38,9 derajat,” tutur Anggreini, Sabtu (14/6/2025).
Selain tumor, anak tersebut juga mengalami infeksi kulit cukup parah, terutama di bagian kepala. Situasi ini menjadi semakin berat karena Anggreini harus membiayai pengobatan seorang diri, tanpa dukungan dari sang ayah biologis.
“Sejak kehamilan sampai sekarang, tidak ada perhatian darinya, baik secara emosional maupun finansial. Justru dulu saat masih bersama, saya yang menafkahi dia,” ujarnya.
Anggreini juga mengaku mendapat tekanan dari oknum aparat berinisial Brigadir D, yang menyerangnya secara verbal melalui aplikasi WhatsApp. Ia telah melaporkan tindakan intimidatif ini ke Mabes Polri, dan berharap proses hukum berjalan adil.
“Saya siap memberikan semua bukti jika ada proses penyidikan resmi. Tapi saya tidak ingin membuka aib tanpa dasar hukum yang jelas,” tegasnya.
Upaya penyelesaian secara kekeluargaan sempat ia tempuh melalui mediasi yang difasilitasi oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPA). Namun, menurutnya, sang ayah tidak pernah hadir dalam mediasi dengan alasan keamanan.
Saat ini, Anggreini hanya mengandalkan bantuan dari rekan-rekan terdekat dan penghasilan sebagai pekerja lepas. Ia menyebut kebutuhan biaya operasi mencapai Rp100 juta hingga Rp150 juta, jumlah yang sangat berat untuk dipenuhi seorang diri.
“Saya tidak berharap kembali. Saya hanya ingin dia bertanggung jawab sebagai ayah. Demi anak, bukan untuk saya,” katanya dengan mata berkaca-kaca.
Anggreini berharap adanya perhatian dari publik dan pihak berwenang untuk membantu penyelesaian persoalan ini. Ia juga mengajak masyarakat untuk peduli pada nasib perempuan dan anak-anak yang kerap menjadi korban pengabaian dan ketidakadilan.
(Sugiman- Red)