Laporan:Witriyani
SALATIGA – Jejakkasusindonesianews.com. Suasana Aula SMP Stella Matutina pada Senin hingga Rabu (22–24/9/2025) tampak berbeda dari biasanya. Kompor kecil, wajan berisi lilin panas, serta puluhan canting memenuhi ruangan. Sebanyak 157 siswa bersama 20 guru dan pendamping larut dalam kegiatan membatik bersama. Anak-anak membawa kaos atau baju berbahan katun dari rumah, tak harus baru, asalkan bisa dibatik.
Peran Komunitas Soramata
Puluhan kompor, ratusan canting, serta dukungan penuh datang dari Komunitas Soramata, kelompok pelestari lingkungan yang menjadikan batik sebagai media kampanye. “Kami sangat senang bisa terlibat dalam kegiatan ini. Selain mengajarkan seni membatik yang merupakan budaya asli masyarakat, kami juga mengenalkan soal isu pelestarian lingkungan,” ujar Titi Permata, penggagas Komunitas Soramata Salatiga.
Selain itu, Soramata memperkenalkan pewarna alami dan teknik hemat air saat pencelupan. Hal ini diharapkan dapat membangkitkan kepekaan anak-anak terhadap persoalan lingkungan di Salatiga.
Pembentukan Karakter Siswa
Menurut Kepala SMP Stella Matutina, Suster Agnesita OSF, kegiatan membatik bukan sekadar latihan seni, tetapi juga penguatan karakter. Nilai kreativitas, kemandirian, kerja sama, dan kolaborasi menjadi bagian penting dari proses. Guru pendamping, Virine Ireda Pr, S.Pd, menambahkan bahwa batik juga menjadi sarana komunikasi. “Hampir semua menggambar pola dengan lambang bintang sebagai simbol ikonik SMP Stella yang berarti bintang fajar,” tuturnya.
Doa dan Simbol Kebersamaan
Tak hanya berhenti pada pola, anak-anak juga diajak menuliskan kalimat dari Prasasti Plumpungan: SriR Astu Swasti Prajabyah—semoga bahagia dan selamatlah rakyatku sekalian. Kalimat ini menjadi doa bersama seluruh civitas akademika Stella Matutina untuk negeri.
Antusiasme Siswa
Kebahagiaan jelas terpancar dari wajah para siswa. Gabby, siswi kelas 9, mengaku senang bisa terlibat. “Saya senang sekali, Bu Titik dan kawan-kawan sangat telaten membantu kami, jadi kami dengan mudah bisa mengikuti dan bisa menghasilkan karya terbaik,” katanya. Ia bahkan sudah tak sabar menunggu puncak acara fashion show pada 2 Oktober 2025 bertepatan dengan Hari Batik Nasional.
Rangkaian Kegiatan
Kegiatan membatik dilakukan bertahap. Hari pertama dimulai dengan pengantar membatik, membuat pola, dan mencanting. Hari kedua digunakan untuk proses pewarnaan, sementara hari ketiga dilanjutkan dengan melorod dan pencelupan. Akhirnya, semua karya siswa akan dipamerkan dalam fashion show, sebagai wujud apresiasi sekaligus perayaan pengakuan UNESCO terhadap batik sebagai warisan budaya tak benda.
In conclusion, kegiatan ini bukan hanya melestarikan budaya batik, tetapi juga menanamkan nilai karakter, kepedulian lingkungan, dan rasa bangga terhadap warisan bangsa. Sebuah langkah nyata yang membuat Hari Batik Nasional 2025 semakin bermakna.(..)